CINTA YANG TERHALANGI


CINTA YANG TERHALANGI
Karya: Sigit Firdaus

    Sadam merupakan seorang pemuda dari keluarga sederhana, memiliki paras yang tampan dan lemah lembut. Dia sekarang melanjutkan pendidikan di salah satu universitas yang tergolong elite dengan beasiswa. Kini ia semester 2 jurusan Akuntansi bersama teman dekatnya yaitu Umam seorang pemuda dari keluarga ekonomi menengah ke atas. Semester 2 melukiskan warna dalam hidupnya karena di masa inilah cerita pandangan dan cinta pertama mengampiri cerita hari-hari yang Dia lewati.
Awalnya sadam tak menduga merasakan hal yang teman-teman seumuranya rasakan  sejak SMA apalagi kalau bukan cinta, perasaan yang Dia pertama kali rasakan dalam hidupnya. Pertemuan dengan seorang wanita bernama Imas, anak terpopuler serta primadona di kampus telah mebuat hidupnya berwarna.
Perkenalannya dengan Imas bermula saat berangkat kuliah yang jaraknya sekitar  +1KM dari kos nya yang melewati perkotaan. Dia berjalan  bersama ketiga temanya seperti Umam, Taufiq, dan Dimas.
 Tak disangka ditengah-tengah perjalanan Dia dikejutkan dengan suara teman satu kelasnya Imas yang berteriak minta tolong. Dia menghampiri Imas yang terjatuh karena terserempet Motor berkecepatan tinggi. Melihat itu, Dia mencoba mencari pertolongan.
“tolong…tolong!” teriak Sadam panik.
Semua orang di sekitar tempat kejadian menghampiri mereka dan mencarikan kendaraan untuk mengantar mereka ke kampus. Sadam dan Imas menaiki mobil pick up milik warga untuk pergi ke kampus.
Sesampainya di kampus, Pak Dono dosen mata kuliah bahasa asing bersama teman yang lainnya membawa Imas ke klinik yang berada di sekitar kampus, tepatnya di sisi barat fakultas tekhnik karena luka yang di derita tak begitu parah hanya lecet –lecet saja. Setelah luka Imas selesai di obati, Sadam meminta izin untuk meninggalkanya di klinik. Dia merasa canggung berada di sekitar cewek-cewek hitz di kampus.
“Mas…gue keluar dulu ya? Mau masuk kelas dulu, gue harap Lu bisa cepet sembuh” ucap Sadam gugup sebelum meninggalkan Imas.
“iya nggak apa-apa kok. Thanks ya, tadi dah nolongin gue.” Balas Imas seraya tersenyum menatap Sadam.
Mendengar itu, teman-teman Imas meledeknya dengan berbagai kata salah satunya yang selalu Dia ingat.
“ciye…ciye...perhatian banget sich? Jangan-jangan ada cinta dalam hati. Siapa tau kalian berdua bisa jodoh kan cinta datang dari mana saja dan kapan saja” ledek Rayhan teman dekat Imas yang merupakan bagian dari genk hitz.
“Lu bisa aja Han. Kan gua Cuma nolongin Imas aja, masa iya sampe segitunya.” Kata Sadam tersipu malu mendengarnya.
“iya nih, Rayhan lebay amat.” Balas Imas .
“gua nggak lebay kok, emang bener dari tatapan matanya saja kalian ada sesuatu yang aneh. Seperti ada rahasia rasa yang tersimpan di hati kalian masing-masing.” Ucap Rayhan meyakinkan Sadam dan Imas .
“udah…udah, nggak usah ngaco lagi Han, kasihan tuh Sadam yang nggak jadi keluar-keluar.” Sahut Hikmah yang sedang asyik memainkan gadjetnya.
Semenjak kejadian itu, Imas sering megajak Sadam bermain ke rumahnya dan selalu berkomunikasi baik melalui handphone atau twitter. Kedekatan inilah yang membawa Sadam merasakan perasaan yang selayaknya anak muda rasakan apalagi kalau bukan cinta. Dia mulai merasakan hal yang berbeda dalam diri dan hatinya bahkan tiap detik bayangan Imas hadir menghantuinya.
“kenapa ya? Kalau di deket Imas, gua selalu ngrasa ada yang mengganjal, apa ini yang dibilang cinta” gerutunya dalam hati sambil berbaring di tempat tidur.
“oh inikah cinta, rasanya cinta terasa bahagia saat jumpa dengan dirinya.” Spontan Sadam menyanyikan sedikit lirik lagu.
Suatu pagi Sadam menemui Umam , Dia berniat curhat tentang perasaan yang semakin hari makin menyiksa diri. Ditemuinya Ilham di ruang teatrikal perpustakaan, disana Sadam memulai ceritanya dari awal sampai akhir. Tanpa diduga ternyata Umam memberikan semangat serta meyakinkan Sadam agar Dia berani mengungkapkan itu semua pada Imas. Akhirnya Sadam memtuskan untuk mengungkapkan perasaan pada Imas di lapangan futsal setelah pulang kuliah.
Sadam mengirimkan pesan singkat melalui twitter ke Imas yang berisi Dia ingin bertemu denganya nanti sore di lapangan futsal sepulang kuliah. Tak terasa waktu yang dinanti pun tiba, pikiran Sadam menjadi kacau jantungnya berdegub tak beraturan menanti kedatangan Imas. Dia dikejutkan suara lembut dari belakangnya yaitu suara Imas.
“bengong aja. Maaf, lama tadi ada urusan bentar. Ngomong-ngomong Lu mau bicara apa sich?” sapa Imas berdiri di depannya.
“iya, nggak apa-apa telat bentar ini. Gue emang mau ngomong serius bahkan lebih dari serius” ucap Sadam sedikit bercanda.
“ya udah ngomong aja gue dengerin kok” balas Imas penasaran.
Spontan Sadam memegang tangan Imas , Dia mulai mengatur nafas untuk memulai pembicaraanya.
“Mas…gue mungkin salah memiliki rasa ini dan gue bukanlah sosok sempurna seperti yang Lu inginkan tapi rasa ini bila dipendam semakin menyiksa diri. Detik ini, menit ini, jam ini, hari ini disini gue mau jujur tentang perasaan ini. Lu, mau nggak jadi pacar pertamaku?” ucap Sadam dengan sungguh-sungguh dan berharap cintanya bisa terbalas.
“Dam…cinta itu terlahir untuk siapa saja tanpa kecuali. Cinta mengalir tanpa kita duga. Jujur selama ini gue juga memendam rasa yang sama buat Lu, gue juga ingin Lu jadi pacar pertamaku” ungkap Imas berseri-seri.
Sejak saat itulah, Sadam dan Imas resmi berpacaran namun hubungan mereka berjalan rahasia tanpa ada satu pun orang tua mereka tahu.
Hari terus berganti, kisah demi kisah terangkai mengisi perjalanan cinta mereka. Hubungan cinta mereka telah telah berjalan 4 bulan sampai akhirnya mereka naik ke semester 3.
Semester 3 menuju kekonsentrasian  menuju Tugas yang menumpuk dan di masa inilah cinta Sadam mendapat badai dari orang ke tiga serta orang tua Imas. Pertemuan Imas dengan mahasiswa baru yang bernama Dika yang ternyata teman SMA-nya membuat kisah cintanya dengan Sadam di ambang pintu kehancuran.
Dika mahasiswa baru yang ternyata meyimpan perasaan pada Imas mencoba meghancurkan hubungan cintanya dengan Sadam. Dika merasa dirinya lebih pantas menjadi pacar Imas dibandingkan Sadam. Sepulang sekolah ketika Sadam dan Imas sedang asyik mengobrol tiba-tiba Dika menghampiri mereka.
“kelihatannya lagi asyik nih. Kenalin nama gue Dika mahasiswa baru jurusan tekhnik komputer , gue temen SMA Imas. Kebetulan rumah gue sama Imas berdekatan. Kalau gue boleh tahu Lu siapanya Imas?” seraya mengulurkan tangan .
“gue Sadam pacarnya Imas” menyambut uluran tangan Dika.
“oh…Lu cowoknya Imas.” Jawab Dika.
Rasanya tak percaya Imas bisa jatuh hati pada cowok yang tak sederajat dengannya. Mendengar hal itu, hati Dika seperti tercabik-cabik, sirna sudah harapan bisa bersama Imas sosok yang sejak dulu Dia impikan. Merasa tak bisa menerima kenyataan Dika meninggalkan Imas dan Sadam.
Di rumah Dika memutar otaknya mencari jalan untuk memisahkan Sadam dengan Imas. Tanpa di sangka terbesit ucapan Om Thohir ayah Imas yang mengatakan anaknya belum meiliki pacar, Dika berpikir kalau hubungan Imas dan Sadam berjalan rahasia dan berencana membongkar itu semua.
Sore itu, Dika menemui ayah Imas di rumahnya. Kebetulan sore itu Imas belum pulang kuliah. Kesempatan ini tak di sia-siakan Dika untuk membongkar hubungan Imas dan Sadam dengan harapan cintanya bisa terbalas.
“selamat sore Om, maaf ganggu waktu Om” sapa Dika dengan sopan.
“santai saja Dik, kebetulan Om juga nggak sibuk kok. Oh ya, ada apa? Mau mencari Imas?” jawab Om Thohir seraya meledek Dika.
“Om ini bisa saja, saya tidak mencari Imas Om, tapi saya mau cerita sesuatu yang pasti Om kaget mendengarnya”
“sesuatu? Apa maksudmu Dik?” bertanya-tanya.
“begini Om, Om pasti belum tahu kalau anak Om yang bernama Imas sudah memiliki pacar”
“pacar? Ah…kamu pasti bercanda Dik. Kalau kamu memang benar, sejak kapan Imas berpacaran dan siapa pacarnya?”
“sampai detik ini sudah 4 bulan lah Om, pacarnya bernama Sadam, dia tergolong mahasiswa dari golongan bawah” cerita Dika dengan antusias.
“apa? Imas pacaran? Berani sekali Dia membohongi ayahnya sendiri.” Kata Om Thohir kesal mendengarnya.
Om Thohir masih merasa tak percaya kalau anak kesayangannya tega membohonginya. Melihat ekspresi Om Thohir, Dika merasa puas Dia pamit pulang karena takut Imas mengetahui aksinya.
Malam itu ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga, Om Thohir memulai pembicaraannya. Dia mengutarakan rasa kecewanya pada Imas dan meminta Imas untuk menyudahi hubungannya dengan Sadam jika tidak Dia akan di pindah kampus.
Keesokan harinya, Imas mengajak Sadam ke taman kampus yang berada di sisi selatan fakultas kedokteran. Disana dia menceritakan semua perkataan ayahnya. Teriris hati rasanya mendengar itu semua. Sambil mengusap air matanya, Sadam mencoba menegarkan hatinya.
“sudah, mungkin yang di bilang ayahmu memang benar. Kita masih muda cinta kita mereka pandang cinta monyet dan status sosial kita jauh berbeda, mungkin ayah kamu ingin yang terbaik untukmu. Aku bisa terima itu” kata Sadam menegarkan hati yang mulai teriris perih.
“lalu kamu memilih untuk menyudahi ini semua? Semudah itu kah Dam? Apa kamu tak berfikir untuk memperjuangkan cinta kita?” balas Imas kecewa dengan perkataan Sadam yang seolah-olah tak memperdulikannya.
“takkan mudah melupakan apa yang sudah kita lalui. Tapi mungkinkah ayahmu mau menerima keadaanku?” ucap Sadam pasrah, ekspresinya berubah dingin.
“apa salahnya bila kamu mencoba bicara baik-baik dengan ayahku meski akhirnya tak seperti yang kita inginkan” kata Imas yang mendesak Sadam yang terlihat pasrah menerima semua ini.
“oke kalau itu mau kamu, aku akan coba lakuin itu.” Balas Sadam menenangkan hati Imas.
Sepulang kuliah, Sadam memberanikan diri mengunjungi rumah Imas , Dia bermaksud menemui Ayah Imas untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi. Sesampainya disana Sadam tidak mendapat perlakuan yang menyenangkan dari Om Thohir. Pembicaraannya dengan Om Thohir tak membuahkan hasil yang baik, Om Thohir tetap teguh pada pendiriannya dan meminta Sadam untuk tidak melanjutkan hubungannya, alasannya memang bukan materi tapi belum sepantasnya mereka berpacaran. Entah maksud apa yang di sembunyikan Om Thohir mungkin ini cara yang halus untuk meminta Sadam putus dengan anaknya.
Keesokan harinya Sadam menemui Imas di alun-alun kota, mereka berdua sudah berjanji akan bertemu disana. Perasaan Sadam menjadi tak karuan, Dia tak menyangka bahwa cinta pertamanya akan kandas seperti ini.
Di bangku yang berada di sudut alun-alun, Imas dan Sadam saling berhadapan dengan perasaan sedih dan tak menentu. Setelah menarik nafas panjang Sadam memulai pembicaraannya.
“Mas, apa yang dikatakan ayahmu benar, kita masih muda mungkin belum saatnya kita menjalin cinta yang sebenarnya apalagi kita sudah beranjak semester 3, kita harus mementingkan kuliah terlebih dahulu. Mungkin hubungan kita memang harus di akhiri tapi yakinlah jika kita memang jodoh pasti suatu saat nanti kita akan dipertemukan kembali di lain hari” ucap Sadam merendah seraya menatap Imas yang tak kuasa menahan air mata.
“Dam, memang masa depan kita masih panjang tak mungkin kita hancurkan masa depan itu dengan masalah yang mungkin bisa mengganggu kita kuliah. Meski sebenarmya aku belum bisa menerima kenyataan ini, tapi aku juga nggak mau jadi anak durhaka, aku terima keputusanmu tuk mengakhiri hubungan ini. mungkin suatu hari nanti kita bisa bertemu kembali” jawab Imas terisak-isak menahan rasa pilu.
Setelah peristiwa itu, hubungan Imas dan Sadam hanyalah sebatas teman biasa. Mereka tak menyimpan rasa sedih yang berkepanjangan dan menjalani hari-hari mereka seperti biasanya. Usaha Dika untuk mengambil hati Imas pun sia-sia karena Dia telah menutup pintu hatinya.
Suatu pagi, saat Dika dan Imas berangkat bersama ke kampus. Dika mencoba-coba mencari jalan untuk mengambil hati Imas.
“Mas, lu nggak ada niat cari cowok yang baru lagi? Lagian mau sampai kapan Lu menjomblo? Gue juga mau kok jadi penggantinya Sadam” rayu Dika dengan halus.
“nggak ah, Dik. Gue mau konsen ke kuliah aja, gue juga belum ada niat cari cowok baru, makasih buat tawarannya tapi gue belum tertarik” pergi meninggalkan Dika.
“ah…sial. Kenapa sih Lu nggak bisa lupain Sadam? Apa coba yang menarik dari Dia” Dika sendiri yang kecewa mendengar jawaban Imas yang menolaknya.
Sejak itu pula Imas ataupun Sadam tak terlihat memiliki pasangan, mereka menjomblo hingga semester 6. Dalam hati mereka masih menyimpan rasa yang dulu pernah ada serta harapan bisa bersama lagi di lain hari.
     TAMAT…

Comments